
Persidangan perdata terhadap sejumlah mantan petinggi Juventus, termasuk Andrea Agnelli, Fabio Paratici, dan Pavel Nedved akhirnya dijadwalkan akan dimulai pada 19 Mei 2025, setelah upaya banding mereka ditolak oleh pengadilan Roma.
Ini menjadi babak baru dalam kontroversi panjang yang telah mengguncang fondasi salah satu klub terbesar Italia.
Dari Sanksi Olahraga ke Meja Hijau
Meskipun mereka telah lebih dulu menerima sanksi dalam persidangan olahraga atas dugaan manipulasi nilai transfer untuk meningkatkan laporan keuangan klub, proses hukum dalam ranah sipil berjalan jauh lebih lambat.
Hingga kini, sidang belum memasuki tahap substansi, namun kejelasan jadwal telah membuka jalan menuju proses hukum yang lebih konkret.
Hakim Anna Maria Gavoni menolak permintaan pembatalan sidang yang diajukan oleh tim hukum para terdakwa, yang sebelumnya mencoba menghentikan proses dengan alasan teknis.
Dengan penolakan itu, maka tak ada lagi hambatan hukum untuk memulai persidangan.
Siapa Saja yang Terlibat?
Daftar nama yang akan duduk di meja hijau tak main-main. Selain Andrea Agnelli (mantan presiden Juventus), ada Pavel Nedved (eks wakil presiden), Maurizio Arrivabene (mantan CEO), dan Fabio Paratici (mantan direktur olahraga).
Kasus ini bukan hanya soal nama besar, tetapi juga reputasi institusi yang mereka wakili selama bertahun-tahun.
Efek Domino bagi Karier Profesional
Dampak dari persidangan ini sudah terasa. AC Milan, yang sebelumnya dikabarkan tertarik merekrut Fabio Paratici sebagai direktur olahraga baru, dikabarkan mengurungkan niat tersebut setelah mempertimbangkan potensi gangguan dari proses hukum yang akan datang.
Meski masa larangan aktivitas Paratici di dunia sepak bola akan berakhir pada Juli 2025, kasus ini berpotensi memperpanjang ketidakpastian kariernya, terutama jika muncul vonis tambahan atau sanksi sipil lanjutan.
Skandal Keuangan yang Mengguncang Serie A
Kasus ini bermula dari kasus manipulasi nilai transfer dan keuntungan modal yang dilakukan oleh manajemen Juventus. Mereka diduga menggelembungkan nilai transfer untuk menciptakan keuntungan fiktif, guna memperbaiki posisi keuangan klub di atas kertas.
Praktik semacam ini tak hanya menyalahi etika bisnis, tapi juga melanggar regulasi keuangan dan akuntansi.
Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) dan otoritas keuangan nasional turun tangan, yang kemudian menyeret para petinggi klub ke jalur hukum.
Leave a Reply