Kemenangan 2-0 atas Pafos di matchday keenam Liga Champions 2025-26 memang memberi Juventus napas segar, tetapi Luciano Spalletti tidak menutupi kenyataan pahit yang terjadi di lapangan.
Pelatih asal Italia itu secara jujur mengakui bahwa performa Bianconeri di babak pertama “pada beberapa momen terasa memalukan”.
Meski demikian, Spalletti menegaskan bahwa ia membawa visi jelas bagi Juventus: formasi 4-2-3-1 akan menjadi identitas tim ke depan, terutama ketika skuad kembali dalam kondisi ideal.
Babak Pertama Buruk, Suporter Mengecam
Juventus tampil di bawah ekspektasi pada 45 menit pertama. Para pemain tampak kebingungan, kehilangan ritme, dan kesulitan menahan tekanan Pafos, tim asal Siprus yang justru tampil lebih agresif dan efektif.
Para suporter yang memadati Allianz Stadium pun mengejek tim saat turun minum, menandakan kekecewaan besar atas performa tersebut.
Pafos bahkan memiliki beberapa peluang emas, termasuk tembakan yang mengenai tiang dan penyelamatan gemilang Michele Di Gregorio.
Spalletti sendiri tidak menutupi buruknya performa itu meski membaik di babak Kedua.
“Sangat penting untuk meraih kemenangan, jadi dengan kemenangan banyak hal akan terlihat lebih baik,” ujar Spalletti kepada Sky Sport Italia.
“Namun, beberapa situasi di babak pertama benar-benar memalukan. Kami hanya melakukan hal-hal minimal dan para pemain pun tidak puas dengan performa mereka sendiri,”
Perubahan Taktis Tepat Waktu yang Menjadi Pembeda
Segalanya berubah ketika Spalletti melakukan penyesuaian taktik di babak kedua. Masuknya Francisco Conceicao menggantikan Edon Zhegrova memberi Juventus kreativitas serta agresivitas baru di lini depan.
Dua gol Juve pun lahir setelah perubahan tersebut:
- 67’ – Weston McKennie mengonversi assist terukur Andrea Cambiaso dengan penyelesaian keras ke atap gawang.
- 73’ – Jonathan David menutup kerja sama tim yang rapi, tepat sebelum ia hendak diganti.
Spalletti menilai perubahan itu tak hanya soal pergantian pemain, tetapi bagaimana struktur dan ketenangan permainan meningkat drastis di babak kedua.
“Setelah jeda, kami lebih tenang dan lebih terorganisir. Formasi baru itu berjalan baik karena kami sudah mempersiapkannya dalam latihan,” jelasnya.
Masalah Pertahanan: Cedera Bek Kanan Jadi Kendala Utama
Pelatih Juventus itu juga menyoroti bahwa skuadnya mengalami masalah di sektor pertahanan, terutama karena absennya bek tengah kanan berkaki dominan kanan.
Saat ini, kondisi memaksa Spalletti menggunakan:
- Pierre Kalulu sebagai bek tengah, padahal ia lebih ideal sebagai full-back
- Weston McKennie menambal posisi-posisi tertentu
- Andrea Cambiaso yang lebih kuat menyerang ketimbang bertahan
Kondisi inilah yang membuat Juventus kesulitan bermain dari belakang dan terlalu bergantung pada jalur kiri.
“Kami butuh bek tengah kanan yang ideal. Tanpanya, kami sangat terbatas dalam build-up,” tegas Spalletti.
Jadwal Padat Ganggu Adaptasi Taktis
Spalletti juga menyoroti padatnya jadwal yang membuat Juventus hampir tidak punya waktu berlatih taktik secara intensif.
Setelah kekalahan dari Napoli, skuad tiba di Turin pukul 5 pagi, lalu langsung masuk pemusatan latihan. Akibatnya, banyak skema harus dipoles minim intensitas.
Hal ini membuat Spalletti memilih rotasi pada Kenan Yildiz demi menjaga kebugaran sang bintang muda.
“Pergantian Yildiz dikritik, tetapi saya ingin dia bugar untuk laga berikutnya. Menit-menit akhir laga sangat menguras fisik pemain muda,” tambahnya.
Spalletti Tetap Pada Visi: Juventus Akan Bermain 4-2-3-1
Meski Juventus masih mencari identitas terbaiknya, Spalletti sudah mantap memilih arah permainan tim.
“Saya ingin mengembangkan formasi 4-2-3-1. Ketika kami punya bek kanan yang tepat, kami bisa membangun dari kedua sisi dengan lebih seimbang,” ujarnya.
Formasi 4-2-3-1 yang ia bayangkan menekankan:
- Dua gelandang pivot yang stabil
- Tiga gelandang serang dinamis
- Satu striker utama yang aktif dalam transisi
Dengan kembalinya beberapa pemain inti, Spalletti yakin Juventus akan mencapai versi terbaiknya.

Leave a Reply